Jumat, 29 April 2011

Ajaran Ki Ageng Suryamentaram

Melihat berbagai kondisi yang terjadi di negara ini, sangat mengganggu hati kecil saya. Bagaimana tidak, disaat rakyat di negara ini sedang mengalami berbagai macam persoalan hidup, ada segelintir orang yang mengatasnamakan "wakil rakyat" tengah memperdebatkan sebuah gedung baru yang megah dengan berbagai macam fasilitas yang sebenarnya tidak lumrah untuk sebuah tempat kerja, sebuah gedung yang sebenarnya tidak diperlukan mengingat masih megahnya gedung yang lama.

Hal inilah yang mendorong saya untuk menulis tentang kesederhanaan, tulisan yang mengacu ajaran kezuhudan dari Ki Ageng Suryamentaram. Dalam ajarannya, Ki Ageng Suryamentaram memberikan wejangan "manungsa iku kudu biso nindakake nem Sa: sabutuhe, saperlune, sacukupe, sakepenake, sabenere, lan samesthine".

Sabutuhe, mengajarkan kita untuk hidup dengan sebutuhnya saja, apabila tidak butuh ya tidak usah ngoyo atau terlalu memaksakan. Bedakan antara kebutuhan dan keinginan, karena apa yang kita inginkan tidak selalu menjadi apa yang kita butuhkan.

Saperlune, dalam menyikapi berbagai kebutuhan atau keinginan dalam hidup, kita diajarkan untuk hanya mengambil seperlunya saja. Letakkan harta dunia kita ditangan, jangan dihati.

Sacukupe, apabila kita diberi rezeki oleh Gusti Allah, ambillah secukupnya untuk kita gunakan dan sisihkan yang lain untuk menabung ataupun memberikan hak pada fakir miskin. Ingat, diantara sebagian harta kita ada hak orang lain.

Sakepenake, bukan berarti kita hidup harus sesuka hati. Namun, yang dimaksud disini adalah jika kita sudah hidup dengan nyaman, maka tidak perlu kita menambah atau lebih mengada-ada. Intinya adalah hiduplah secara sederhana. Bukankah Allah tidak suka kepada hamba yang hidupnya berlebih-lebihan tetapi tidak bermanfaat?

Sabenere, selalu mengajarkan kita untuk hidup dengan "lurus" dan jujur. Sudah banyak contoh dalam hidup kita dimana terkadang kita tidak mendengarkan apa yang dibisikkan oleh hati nurani. Padahal, hati adalah panglima tertinggi didalam tubuh ini.

Samesthine, mengingatkan kita untuk hidup dengan semestinya. Untuk apa kita hidup dan untuk apa kita diciptakan adalah pertanyaan yang seharusnya bisa mendorong kita untuk lebih berhati-hati dalam menjalani hidup ini.

Terkadang berbagai himpitan dalam hidup selalu mendorong kita berbuat hal yang tidak benar, tidak bisa dipungkiri. Tetapi alangkah indahnya bila kita bisa dan mampu untuk hidup lebih sederhana, merasa lebih bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Gusti Allah kepada kita.

Kamis, 21 April 2011

Makna dari Kidung Rumekso ing Wengi

Mungkin diantara kita belum banyak yang tahu tentang lagu karangan Sunan Kalijaga ini, bahkan saya yakin kalau generasi muda jaman  sekarang bisa menyanyikan lagu ini. Lagu ini bukanlah sekedar lagu, tetapi lebih mengarah ke do'a atau malah mantra bagi orang yang menganut ilmu kejawen. Dalam syair lagu ini terdapat semacam do'a memohon perlindungan kepada Allah SWT, sang pencipta alam semesta.

Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
miwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno

Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami miruda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak

Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa

Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiyarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi Brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging
singgih
Balung baginda ngusman

Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhamad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia:

Ada kidung yang mengalun di tengah malam
Yang menjadikan kuat selamat terbebas dari semua penyakit
Terbebas dari segala petaka
Jin dan setanpun tidak mau
Segala jenis sihir tidak berani
Apalagi perbuatan jahat
guna-guna tersingkir
Api menjadi air
Pencuripun menjauh dariku
Segala bahaya akan lenyap

Semua penyakit pulang ketempat asalnya
Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih
Semua senjata tidak mengena
Bagaikan kapuk jatuh dibesi
Segenap racun menjadi tawar
Binatang buas menjadi jinak
Pohon ajaib, tanah angker,
lubang landak, gua orang,
tanah miring dan sarang merak

Kandangnya semua badak
Meski batu dan laut mengering
Pada akhirnya semua slamat
Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari,
yang dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan
Hatiku Adam dan otakku nabi Sis
Ucapanku adalah nabi Musa

Nafasku nabi Isa yang teramat mulia
Nabi Yakup pendenganranku
Nabi Daud menjadi suaraku
Nabi Ibrahim sebagai nyawaku
Nabi Sulaiman menjadi kesaktianku
Nabi Yusuf menjadi rupaku
Nabi Idris menjadi rupaku
Ali sebagai kulitku
Abubakar darahku dan Umar dagingku
Sedangkan Usman sebagai tulangku

Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia
Siti fatimah sebagai kekuatan badanku
Nanti nabi Ayub ada didalam ususku
Nabi Nuh didalam jantungku
Nabi Yunus didalam otakku
Mataku ialah Nabi Muhamad
Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa
Maka lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan

Demikian saya kutip secara lengkap do'a keselamatan yang terdapat dalam syair Kidung Rumeksa ing Wengi dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Doa atau mantra tersebut semoga dapat menambah referensi dan wawasan kita semua. Dan tentunya semua manusia di dunia mendambakan keselamatan dalam menjalani kehidupan ini termasuk kami dan Anda semua.

Kebenaran datangnya hanya dari Allah, dan kesalahan datangnya dari khilaf kita.

Rabu, 20 April 2011

Kekuatan Sikap

Penelitian yang dilakukan Harvard University menyatakan bahwa seseorang mendapatkan pekerjaan, 85% keberhasilannya disebabkan sikap merekan, dan hanya 15% dipengaruhi kepandaian dan pengetahuan mereka. Mengapa sikap? Sikap cerminan diri kita yang sesungguhnya. Akarnya ke dalam dan buahnya ke luar. Sikap bisa menjadi sahabat yang baik atau pun musuh terbesar. Sikap dapat mendekatkan orang pada kita atau menjauhkan mereka. Sikap kumpulan pengalaman masa lalu, kenyataan hari ini dan kesuksesan masa depan.

Sikap kita menunjukkan pada dunia, apa yang kita harapkan dari kehidupan. Kemampuan adalah apa yang mampu kita lakukan. Motivasi menentukan apa yang kita lakukan. Sikap menunjukkan seberapa baik kita melakukan sesuatu. Sikap berbicara lebih banyak dari sekedar kata. Sikap menentukan hubungan orang lain pada kita. Siapa kita ditentukan oleh apa yang berulang-ulang kita perbuat. Inilah yang disebut kebiasaan.

Dalam membentuk sikap ini, setidaknya ada tiga hal yang mempengaruhi kita. Pertama, experience (pengalaman). “Guru yang terbaik adalah pengalaman,” demikian ujar Ali bin Abi Thalib ra. Karenanya perilaku kita akan berubah seirama pengalaman mengarungi dan menapaki peristiwa. Pengalaman lah yang mempengaruhi kita untuk mendapat suplai informasi yang ada dalam otak. Daya kemampuan menyimpan, mengingat dan menganalisa data pada diri kita, atau sering disebut knowledge (pengetahuan) sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan (decision making). Karena memang knowledge is a power. Knowledge is an information.

Dan yang tak kalah pentingnya environment (lingkungan). Sesungguhnya setiap diri itu fitrah, hingga orang tuanya menjadikannya Nasrani, Yahudi, atau Majusi. Rangkaian hadits yang kurang lebih bermakna bahwa lingkungan (salah satunya orang tua) sangat mempengaruhi sikap kita. Lingkungan positif akan membawa kenyamanan dan kebahagiaan. Orang yang memiliki sikap negatif, cenderung sulit mempertahankan hubungan persahabatan, tali perniakahan, dan pekerjaan. Tak heran bila konsekuensinya seringkali ia mengalami stress, penyesalan mendalam, kebimbangan, dan makin memburuknya kesehatan.

Suasana hati menentukan sikap kita, bila ia baik maka baik seluruhnya. Bila ia buruk maka buruk seluruhnya. Perhatikanlah lintasan hatimu, maka engkau akan memetik pikiranmu, perhatikanlah pikiranmu maka engkau akan memetik lisanmu. Perhatikanlah lisanmu, maka engkau akan memetik sikapmu, perhatikanlah sikapmu maka engkau akan memetik kebiasaanmu. Perhatikanlah kebiasaanmu maka engkau akan memetik karakter akhlakmu. Perhatikanlah karakter akhlakmu, itulah dirimu.

Rangkaian cycle yang menunjukkan sikap dan karakter sangat ditentukan sejauh mana kita bisa mengendalikan hati. Dalam hal ini kita bisa belajar dari sikap alam, mengenal hukum “sopo nandur bakal ngundhuh

Sabtu, 09 April 2011

Kenekatan dan Kekuatan

Masih ingat dengan kisah Abu Dzar yang secara terang-terangan menyatakan keislamannya, dan kemudian dipukuli orang-orang Quraisy namun ia melakukannya kembali esok hari? Tidak ada penafsiran lain yang bisa menjelaskan pada kisah Abu Dzar di atas kecuali sebuah ekspresi kenekatan. Sebab toh ia tahu bahwa ia pasti akan diserang dan dipukuli oleh orang-orang Quraisy. Tetapi sebagaimana ia mengerti apa resikonya, ia juga mengerti apa manfaatnya. Dan, manfaat itu hanya bisa didapat dengan mengambil resiko itu : resiko kenekatan.

Bahwa ia akan dipukuli, digebuki, tapi tetap melakukan. Apakah ini akan dikatakan tindakan gila dan tidak berakal? Tidak, sama sekali tidak. Setiap orang punya cara dan kadar kemampuannya untuk mengekspresikan dirinya. Dan kenekatan punya tempatnya sendiri bagi segala pilihan pribadi seseorang dalam menjalani agama ini, dan dalam menjalani peran-peran khususnya sepanjang hayat.

Di dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan, bahwa seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah dari seorang mukmin yang lemah. Meski pada setiap masing-masing ada kebaikannya. Hadits ini menjelaskan kenyataan, bahwa kekuatan, seperti juga keberanian, bisa berbeda antara satu mukmin dengan mukmin yang lain. Dengan kata lain, kekuatan dan kelemahan lebih merupakan turunan dari sikap dan kepribadian seseorang yang berbeda-beda dan masih dalam toleransi keimanan.

Kenekatan dan kekuatan punya hubungan fungsi yang saling melengkapi. Orang-orang kuat selalu punya keberanian lebih untuk nekat. Sebaliknya, kenekatan, dalam praktik dan pelaksanaannya, adalah setengah dari kekuatan itu sendiri. Kenekatan memberi kekuatan, energi penghentaknya. Sedang kekuatan memberi kenekatan, energi persambungannya.

Seperti juga kadar kekuatan, setiap orang bisa punya kadar kenekatan yang berbeda, antara satu dengan yang lain berbeda. Ini lebih merupakan bakat, karakter, kepribadian, dan tipologi orang yang mendapat tempoatnya di dalam ajaran agam Islam. Sepanjang sejarah kehidupan, kenekatan selalu memberi sumbangan dan kontribusinya, dalam batas yang sangat signifikan. Itu sendiri dilahirkan oleh bnyak faktor. Alam, garis darah keturunan, lingkungan dan sejauh mana seseorang hidup dalam lingkungan yang keras. Di mana hanya dengan kenekatan ia bisa bertahan.

Kenekatan selalu lebih tinggi dari sekedar keberanian, dalam soal kalkulasi dan kesiapan mengambil resiko. Keberanian mungkin hanya mengambil resiko sedang, tetapi kenekatan mengambil resiko lebih tinggi. Di sinilah kemudian, iman mendapatkan salurannya yang berbeda pada kepribadian dan jati diri orang per orang. Orang-orang yang berani mengambil resiko lebih itulah orang-orang nekat. Dan harus diakui, banyak dari mereka yang kemudian mengubah sejarah. Keberanian mungkin memberi daya dorong dan daya tahan pada kehidupan yang datar. Tetapi kenekatan memberi lebih, sebuah perubahan besar yang diabadikan sejarah.

Pada setiap profesi dan pilihan hidup kita, ada kadar kenekatan yang harus kita ambil. Setidaknya sebagai pemicu pertamanya, atau sebagai kentakan permulaannya. Sebab, keimanan itu sendiri harus hidup dalam pertarungan abadi, melawan setan, melawan kedengkian orang-orang kafir. Bahkan melawan sunnah persaingan hidup itu sendiri. Sepanjang hayat, dalam bentuk yang bermacam-macam.

Dahsyatnya Perang Informasi

Dalam perjalanan dakwah, akan selalu ada musuh dakwah (individu atau kelompok) yang selalu berusaha melemahkan perjuangan umat Islam. Salah satu senjata yang mereka gunakan adalah perang informasi. Bentuknya beragam, mulai dari tasywih (pengaburan), disinformasi, brain washing sampai black propaganda. Qishshatu’l Ifki (cerita bohong) yang menyangkut Siti Aisyah ra, istri Nabi Muhammad saw, salah satu buktinya.

Contoh paling aktual, perang terhadap terorisme, yang sesungguhnya identik dengan perang melawan kebangkitan Islam dan kaum Muslimin, yang dilancarkan Amerika dan sekutunya. Mereka juga melancarkan informasi lewat media cetak maupun elektronik, legal maupun illegal. Sehingga terbentuklah opini yang menyesatkan, bahwa Islam identik dengan terorisme, dan terorisme identik dengan Islam.

Kehancuran Irak juga karena isu dan informasi keliru yang disulut oleh musuh-musuh Islam pimpinan Amerika Serikat yang waktu itu dikomandani George W Bush. Karenanya, di era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi ini, Mukmin dituntut menguasai (saitharah), memilah (ikhtiar) dan memanfaatkan (istifadah) informasi secara maksimal dan optimal agar tidak terperosok dalam kubangan penyesalan yang berkepanjangan baik di dunia maupun di akhirat. Dan, cahaya keimanan menuntunnya untuk tegas menolak setiap informasi yang memanipulasi seraya mengatakan, “…ini jelas sebuah kebohongan yang direkayasa” (QS. An-Nur [24]: 12).

Kebaikan Allah Sesuai Kebaikanmu

Kadang orang tidak menyadari bahwa kebaikan yang ia rasakan sebetulnya balasan Allah atas perbuatan baik yang ia lakukan sebelumnya kepada orang lain. Manusia yang senang menolong orang yang tengah kesempitan akan mendapat pertolongan Allah saat dia dalam kesusahan. Sebagaimana wasiat Rasulullah saw, “Barangsiapa yang menolong kesusahan orang Muslim, maka Allah ta’ala akan menolongnya dari kesusahan pada hari kiamat,” (HR. Bukhari).

Sahabat, jika kita dapat jelas melihat bahwa kejadian dalam hidup ini terjadi karena hubungan sebab akibat, bisa jadi kita akan ngoyo berbuat banyak hal baik, karena langsung terlihat efek nikmatnya di dunia. Dan tentu, kita enggan melakukan keburukan jika efek negatinya langsung terjadi kemudian.

Namun, tidak demikian cara Allah mendidik kita. Walaupun Dia memberi nikmat, yang bisa jadi hakikatnya karena kebaikan kita juga. Allah tidak serta merta memperlihatkan hubungan sebab akibat itu. Demikianlah rahasia-Nya supaya kita bisa merenung, bertafakur, menangkap maknawi Janji-Nya dalam QS. Al. Isra: 7, “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik pada dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”.

Jumat, 08 April 2011

Pertajam Firasat Anda..!

Khalifah Umar bin Khatab ra sedang berkhutbah Jum’at di Madinah. Tiba-tiba dia berhenti, kemudian berseru : “Hai Sariah bin Hasan, gunung… gunung…!”. Jamaah keheranan, namun Jum’atan jalan terus. Usai sholat Jum’at barulah Sayyidina Ali ra menanyakan maksud kata-kata Sang Khalifah yang out of contect tadi.

“Terbersit dalam benak saya bahwa orang-orang musyrik hendak menyerang saudara-saudara kita yang akan melewati gunung,” jelas Umar. Ia melanjutkan, “Jika menaiki gunung itu mereka dapat menyerang siapa saja yang dilihat dan mengalahkannya, dan jika mereka melintasi kaki gunung itu, maka mereka akan binasa. Maka keluarlah seruanku tadi”

Sebulan kemudian, rombongan jihad pasukan Sariah tiba di Madinah. Basyir, salah seorang anggota pasukan, segera menceritakan pengalaman aneh mereka. Ketika melintasi sebuah gunung yang jauh dari Kota Madinah, sekonyong-konyong mereka mendengar gema suara yang mirip suara Khalifah Umar. “Hai Sariah bin Hashan, gunung… gunung…!” Maka pasukan mengambil posisi di gunung, dan Allah memberi pertolongan kemenangan kepada mereka (Abbas Mahmud Aqqad, ‘Abqariyyah Umar. Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Arabia, 1969).

Dalam dunia modern, kelebihan Umar itu disebut extrasensory perception. Yakni persepsi yang muncul di luar jangkauan panca indera. Biasanya diistilahkan sebagai feeling, firasat, atau “indera keenam.” Budaya Jawa menyebut kelebihan ini sebagai weruh sadurunge winarah. Dapat “membaca” sebelum terjadinya peristiwa.

Para ulama merinci kemampuan luar biasa (khawariqul ‘adat) pada seseorang sebagai irhas, mukjizat, karamah, ma’unah, sihir, dan istidraj. Irhas adalah segala keanehan yang dimiliki seseorang sebelum ia menjadi nabi atau rasul. Mukjizat, keanehan-keanehan yang dimiliki oleh seorang nabi atau rasul, dimana sekarang istilah ini mengalami perluasan arti. Karamah, adalah keanehan-keanehan yang dimiliki oleh wali Allah, yaitu manusia yang sangat dekat dengan Allah.

Di seberang lain, ada Sihir, yakni keanehan yang dipunyai seseorang karena bantuan jin/syaithan, baik disadari maupun tidak oleh yang bersangkutan. Juga ada Istidraj, yaitu suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada orang kafir atau orang yang suka berbuat maksiat. Tapi pemberian ini bukan karena Allah cinta melainkan benci pada mereka (Bhs. Jawa: nglulu). Misalnya kejayaan Yahudi saat ini di dunia.

Istidraj merupakan ujian dari Allah bagi kaum mukminin. Nabi Muhammad SAW berpesan: “Jika engkau melihat Allah memberi seseorang hamba berupa keduniaan yang ia cintai, sedang ia tetap pada perbuatan maksiatnya, sesungguhnya yang demikian itu merupakan istidraj baginya.” (HR. Ahmad, Tabrani, dan Baihaqi).

Nabi Muhammad SAW berpesan: “Hati-hatilah dengan firasat orang beriman, karena dia melihat dengan cahaya Allah” (HR. Tirmidzi dalam Al Sunan; Kitab Tafsir, Tafsir surat Al Hijr/hadits 3127).

Kamis, 07 April 2011

Tuntaskan Pengangkatan Honorer Jadi CPNS

Tuntaskan Pengangkatan Honorer Jadi CPNS (Jawa Pos, 29 Maret 2011)

JAKARTA Pemerintah tahun ini akan berupaya menyelesaikan pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. Sebab, tahun depan diharapkan terjadi pertumbuhan nol (zero growth) CPNS dengan tidak lagi mengadakan perekrutan secara besar-besaran.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Evert Ernest Mangindaan menyatakan, tahun ini pemerintah berencana menghabiskan kuota pengangkatan honorer daerah sebagai bagian dari 200 ribu CPNS yang akan direkrut dalam seleksi tahun ini. ’’Masih ada beberapa ratus honorer yang diverifikasi dan akan dimasukkan dalam kuota CPNS 2011. Karena itu, tahun ini belum bisa (zero growth). Nanti 2012 baru bisa karena sudah masuk pada reformasi birokrasi,’’ tuturnya kemarin (28/3).

Kebijakan pertumbuhan nol itu berarti pemerintah hanya akan merekrut CPNS berdasar kebutuhan. ’’Berapa yang pensiun dan berhenti, akan kita isi supaya menjadi the right size and the right function,’’ tutur kader Partai Demokrat tersebut.

Jumlah PNS yang tepat ukuran dan fungsi akan memudahkan pemerintah untuk mengatur distribusi PNS. Dengan demikian, tidak ada lembaga negara yang mengalami kelebihan atau kekurangan pegawai. Karena itu, Mangindaan meminta lembaga negara dan pemerintah daerah untuk tidak sembarangan mengajukan kuota CPNS.

Sejumlah daerah mengalami kelebihan tenaga administrasi dan penata laporan keuangan, namun kekurangan insinyur. Ironisnya, daerah justru mengajukan lagi tambahan kuota tenaga administrasi. ’’Kan jadi lucu. Itu masih terjadi di beberapa daerah, sehingga perlu kita perbaiki,’’ ungkapnya.

Di tempat terpisah, Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengakui tahun depan kebijakan zero growth CPNS kembali diberlakukan. Jumlah PNS dan CPNS yang terdata saat ini sudah mencukupi. Apalagi tahun ini pemerintah akan kembali merekrut 200 ribu CPNS.

Kabaghumas BKN Tumpak Hutabarat menjelaskan, jumlah tenaga honorer yang tercatat saat ini mencapai 569.922 orang. Besarnya jumlah tenaga honorer itu terbagi menjadi dua kategori.

Dia mengakui upaya menuju zero growth tersebut masih terganjal peraturan pemerintah (PP) tentang pengangkatan tenaga honorer. PP tersebut hingga kini masih menyangkut di DPR. ’’Selama PP belum terbit, masih belum ada jaminan,’’ tegasnya.

BKN optimistis rancangan PP pengangkatan tenaga honorer yang masih digodok di DPR tersebut bisa digedok tahun ini. Jika asumsi itu berjalan tepat waktu, BKN mendata jumlah CPNS baru tahun ini akan melimpah. Diperkirakan, jumlah CPNS baru mencapai 769 ribu orang.

Setelah benar-benar masuk dalam tahap zero growth, Tumpak menyatakan pengajuan komposisi CPNS benar-benar sesuai dengan data pegawai yang pensiun, mengundurkan diri, dan mutasi. Selama ini usul jumlah CPNS yang diajukan badan kepegawaian daerah (BKD) ke BKN melalui Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB) selalu menggelembung. (wan/sto/jpnn/c5/nw)

Kawan, Maafkan Aku..

Kawan, mohon maaf kalau panggilanmu lewat HP semalam tak kujawab. Bukan aku mengabaikanmu, apalagi tidak menghargaimu. Sekali lagi tidak.... Insya Allah aku akan tetap menjawabmu pada waktu dan situasi yang berbeda.


Hanya karena aku malu kepada Allah saat itu karena aku sedang ingin menambah pemahamanku terhadap agamaku. Aku sangat malu kalau ustadz yang berdiri di depanku dan di depan semua jamaah sedang semangat-semangatnya menyampaikan beratnya hijrah Rasulullah tiba-tiba aku yang berada disampingnya keluar hanya untuk menerima telpon. Sungguh aku malu kepada Allah..


Kawan, mohon maaf kalau panggilanmu lewat HP kemarin siang dan waktu-waktu siang sebelumnya tidak kujawab. Jujur saja bukan lagi aku tak mau jawab, tapi justru kumatikan begitu terdengar adzan. Karena saat itu aku kepingin iikut jamaah sholat dhuhur di musholla kecil dekat rumahku.. Aku ingin menjadikan saat itu istimewa. Karena saat itu yang memanggilku bukan lagi atasanku tetapi sang PEMILIK diriku. Aku ingin waktu sholat justru menjadi panggilan terindah hari itu untukku. Mumpung Allah masih menitipkan nafas di tubuhku. 

Ada yang perlu diluruskan sepertinya. Istilah handphone tentu bukan barang yang asing bagi kita saat ini. Ada yang memaknai sebagai telpon genggam yang berarti setiap saat ada di genggaman kita. Ada lagi yang memaknai sebagai telepon bergerak sehingga kemanapun pergerakan kita tetap bisa dihubungi, sebuah lompatan teknologi yang cukup besar sehingga kemungkinan informasi hilang semakin kecil karena mobilitas yang dimiliki. Sebuah teknologi, tentu memilki sisi positif dan negative tergantung kita sebagai pemakainya.

Kita lihat saja saat ini hampir di semua masjid ataupun musholla terdapat tulisan "UNTUK MENJAGA KEKUSYUKAN SHOLAT HARAP MATIKAN HP ANDA". Belum lagi tambahan dari pak Imam yang dengan 'terpaksa' menambah aba-aba "Tsau sufuufakum, mari rapatkan dan luruskan shaf, dan tolong yang membawa HP harap dimatikan atau di silent!". Astaghfirullah.... Inilah fenomena saat ini yang sering kita jumpai di masyarakat kita. Seakan kita sangat takut kalau tidak ditemani HP.

Dulu pada saat belum teknologi seluler belum berkembang di masyarakat pada saat menelpon dan kebetulan tidak diangkat kita hanya berfikir bahwa yang kita hubungi sedang tidak ada di rumah. Coba sekarang, begitu HP tidak diangkat, orang sudah berfikiran macam-macam. Mulai dari sengaja nggak ngangkat, nggak gaul karena udah jelas-jelas panggilan itu ditujukan kepadanya kok nggak diangkat, atau bahkan ada yang mengumpat kalau beberapa kali ngebel nggak juga diangkat.

Tanpa mengurangi pengharagaanku terhadap teknologi yang semakin memudahkan kita, harusnya ada batasan-batasan agar kemajuan teknologi tetap saja bermanfaat untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan malah menjauhkan atau sedikitnya menghalangi orang lain yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.

Kita mungkin tidak menyadari pada saat sholat jamaah, tiba-tiba ada HP yang bunyi, tentu bukan saja jamaah di sekitarnya saja yang terganggu, bisa jadi sang imam juga terganggu konsentrasinya.

Pernahkan Anda membayangkan pada saat hening seperti itu tiba-tiba ada lagu rock, dangdut, atau bahkan lagu barat mengalun diantara lantunan ayat-ayat Qur’an yang sedang dibaca imam? Tentu dalam waktu sekejap konsentrasi kita akan buyar. Minimal kita mengumpat dalam hati "kenapa ini orang nggak tinggalkan saja HP nya dirumah?" Masih khusyukkah kita pada saat terlintas dihati kita umpatan kepada orang lain? Ada lagi yang berfikiran kenapa nggak di-silent saja. Padahal sama saja bagi pemakainya kalau itu dilakukan pada saat sholat.

Pada saat HP bergetar, tentu perhatian kita akan terpikir "Siapa lagi ini, waktunya sholat kok ngebel ?" Memang yang terganggu hanya kita. Kenapa tidak sekalian saja di matikan atau ditinggal di rumah?

Kawan, maafkan aku kalau beberapa kali menghubungiku ketika magrib tiba justru istriku lah kadang-kadang yang mengangkatnya. Bukan maksudku tidak respon terhadap panggilan padahal itu menyangkut pekerjaan dan tanggung jawabku. Insya Allah aku akan telpon balik sesudah sholat, meskipun kadang- kadang terbersit keinginan untuk melepaskan beban kerja setelah sampai rumah.
Jadi kalau sering kali pada saat sholat aku tidak bisa sambil membawa HP, hanya karena aku memang belum bisa khusyuk seperti mereka yang sudah mencapai tingkatan khosyi’un. Aku masih sangat awam, masih perlu banyak berlajar dan berlatih khusyuk. Sekali lagi, aku hanya ingin menjadikan waktu sholatku adalah waktu yang sangat istimewa, karena aku yang hina ini dipanggil menghadap Rabbku.

Aku hanya ingin waktu perjumpaanku itu tidak lagi dicampuri dengan urusan yang lain, termasuk pekerjaan yang aku yakin asal Allah masih menitipkan nafas di tenggorokanku berarti aku harus tetap bekerja sebagai ibadah kepadanya. Pasti itu...

Satu hal yang aku tidak pernah tahu pada saat Allah memanggilku untuk menghadap kepada-Nya disela-sela pekerjaanku yang hanya 5 x sehari semalam dan paling lama hanya sekitar 10-15 menit itu, aku tidak tahu apakah sesudah aku sholat itu masih diberi-Nya aku kesempatan untuk kembali mi’raj kehadirat-Nya atau justru itu adalah sholatku yang terakhir. Wallahu a’lam bishawab.

Ya Allah jadikan kami, hambaMu yang pandai mensyukuri semua nikmat-nikmatMu... amien...

Sebenarnya Siapa Yang Gila??

Azan Isya' di Masjid Jami' Kauman Kota Pekalongan malam itu agak terasa lain; suaranya berbeda dari yang biasanya. Azan kali ini begitu sangat enak didengar dan membuatku merinding, tidak dikumandangkan oleh muadzin-muadzin yang sudah terbiasa adzan selama ini. Entah siapa yang mengumandangkannya. Penasaran....


Segera kupercepat langkah ke masjid agar tidak kehilangan orang itu. Sesampainya di sana, terdengar suara tilawah dari seorang pria berumur sekitar 30-an tahun. Bacaannya terdengar lancar dan tartil. Hanya tanya dalam hati, siapa gerangan pria ini. Tidak biasanya ada orang tilwah dengan keras pada waktu antara azan dan iqamah di sini. Pastilah ini orang yang azan tadi. Muadzin yang biasa adzan dan imam pun agak terkejut dengan orang ini. Waktu aku dekati, aku benar-benar kaget. Orang ini adalah orang gila yang sering keluyuran di Pasar Banjarsari sewaktu aku dulu masih menjadi petugas jaga malam dan Trantib disana..!!! 


Imam memberi komando kepada si muadzin untuk segera iqamah, karena posisinya di depan pengeras suara. Sebelum shalat, ada yang sempat menyeletuk, "Itu orang yang gila itu, kan!". Aku hanya diam saja dan segera mengikuti takbir imam. Kami shalat, menghadap sang Pencipta, tunduk dalam doa. Selepas salam, orang tadi langsung saja keluar shaf tanpa ada isyarat apa pun sebelumnya. Menyisakan tanda tanya besar di hati orang-orang. Entah, apakah ia tadi sudah sempurna salam atau belum. "Mungkin memang gila," bisik orang-orang.


Sesampainya di Alun-Alun, orang-orang yang tadi ikut berjamaah melihat orang yang tadi dari arah masjid sambil bernyanyi-nyanyi lantang yang mereka pikir sebagai orang gila. "Ah...!" Ada tawa bercampur ironi dalam hati. Tawa, karena yang shalat dan tilawah tadi ternyata orang "gila". Ironi, karena seolah Allah sedang menelanjangi diri ini dengan kejadian itu. "Lihatlah..! Orang gila saja shalat...! Bahkan ia azan..! Padahal itu tidak wajib bagi dia... Tapi Lihatlah..! Ia Shalat..Ia Azan..! Padahal tidak sedikit orang yang mengaku waras, tapi tidak pernah shalat...! Apalagi azan..! Atau hanya shalat ketika ramadhan..! Itu pun hanya agar tetap dianggap sebagai orang Islam.. Betapa Jauhnya..! Betapa gilanya mereka..!!!


Dalam hatiku, lebih gila mana daripada kalian, orang gila yang shalat, azan dan tilawah, atau orang-orang yang mengaku waras tapi tidak mau shalat dan hanya memperturutkan nafsunya? Seorang "utusanmu" menemui kami malam itu, mengajarkan ilmu, hikmah dan introspeksi... Mungkin dia tidak benar-benar gila, tapi pura-pura gila (ngedan dalam bahasa Jawanya) karena masih menjalani thoriqoh, sebuah tingkatan perjalanan untuk menemukan Tuhan. Sering kali kita terjebak menilai seseorang dari penampilan luarnya saja, tanpa melihat sisi "dalamnya" seseorang.


Hitam belum tentu hitam, putih belum tentu putih..

Sebuah Hikmah Hari Ini (1)

Sebuah kisah nyata dari catatan seorang teman.. Sekedar menyampaikan pesan, semoga bermanfaat bagi teman-teman muslimah.. Sore itu,, menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar.. Seorang akhwat datang, tersenyum dan duduk disampingku, mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai pula pada pertanyaan itu.

“Anty sudah menikah?”.. “Belum mbak”, jawabku. Kemudian akhwat itu .bertanya lagi “kenapa?” hanya bisa ku jawab dengan senyuman.. ingin ku jawab karena masih kuliah, tapi rasanya itu bukan alasan. “Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya. “Nunggu suami”jawabnya. Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir.

Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya “Mbak kerja dimana?”, entahlah keyakinan apa yg meyakiniku bahwa mbak ini seorang pekerja, padahal setahu ku, akhwat2 seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” , jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati. “Kenapa?” tanyaku lagi. Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah SALAH satu cara yang bisa membuat saya lebih hormat pada suami” jawabnya tegas. Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya trsenyum.

Ukhty, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah akan didatangi oleh ikhwan yang sangat mencintai akhirat. “saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari, es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Waktu itu jam 7 malam, suami baru menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali ukhty. Saat itu juga suami masuk angin dan kepalanya pusing. Dan parahnya saya juga lagi pusing . Suami minta diambilkan air minum, tapi saya malah berkata, “abi,umi pusing nih, ambil sendiri lah”.

Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci.Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.

Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi deman, tinggi sekali panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya membantahnya. Air mata ini menetes, betapa selama ini saya terlalu sibuk diluar rumah, tidak memperhatikan hak suami saya.”

Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yg di usapnya.
“anty tau berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700rb/bulan. 10x lipat dari gaji saya. Dan malam itu saya benar-benar merasa durhaka pada suami saya. Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya, dan setiap kali memberikan hasil jualannya , ia selalu berkata “umi,,ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah2an umi ridho”, begitu katanya.

Kenapa baru sekarang saya merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong pada nafkah yang diberikan suami saya”, lanjutnya “Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya, dan gampang menyepelehkan suami.” Lantutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara.

“beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-saudara saya tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja . Malah mereka membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan orang lain.”
Aku masih terdiam, bisu, mendengar keluh kesahnya. Subhanallah,,apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan. “kak, kita itu harus memikirkan masa depan. Kita kerja juga untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini besar. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak juga sih, kalo ma jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.

“anty tau, saya hanya bisa nangis saat itu. Saya menangis bukan Karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya dipandang rendah olehnya. Bagaimana mungkin dia maremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membanguni saya untuk sujud dimalam hari. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan. Baigaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah dihadapnnya hanya karena sebuah pekerjaaan.

Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya. Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Semoga saya tak lagi membantah perintah suami. Semoga saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga ukhti dengan pekerjaan suami saya, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan itu. Kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tapi lihatlah suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.

Semoga jika anty mendapatkan suami seperti saya, anty tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anty pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptonya,, bergegas ingin meninggalkannku. Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, meninggalkannku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.

Ya Allah…. Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling baik dalam hidupku. Pelajaran yang membuatu menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..