Senin, 15 Oktober 2012

Eneng, Ening, Enung

Ketenangan menjadi prioritas yang tak bisa lagi digugat. Di tengah hiruk-pikuk duniawi, orang sering lupa jati diri. Ketika kegelisahan menghampiri, beragam cara dilakukan supaya tenang, antara lain dengan laku eneng, ening, enung. Lara lapa adalah unsur batin dalam hati yang ingin bersujud kepada Sang Pencipta.

Paten-pinaten lan Aksara Jawa

Saiki pancen iseh akeh wong padha ngudi ngelmu kanuragan, aji kaya kawijayan, saka hizib nganti asmak. Ora wong desa thok, nanging uga wong kutha. Wong desa ngudi ngelmu nganggo tapa brata, semedi, nindakake laku supaya ora mempan mimis, ora tedhas tapak paluning pandhe sisaning gurinda. Wong kutha, klebu para pangreh praja, lakune gawe peraturan, undhang-undhang lan kukum sing dikarepake isa dadi temeng nalika kena kasus. Uga rerukunan karo aparat kukum supaya isa uwal saka pakunjaran, paling ora rada suda ukumane merga aparat kukum ewuh-pekewuh, kelingan apa wae sing wis ditampa.

Jumat, 12 Oktober 2012

Nafsu: Sarana Nggayuh Wahyu Ilahi

Jika mendengar kata "nafsu", maka konotasi negatiflah yang muncul di benak kita. Acap pula dikemukakan untuk meningkatkan derajat lebih tinggi, orang harus menahan hawa nafsu. Di sisi lain, ketika kita berbuat salah, yang disalahkan selalu nafsu. Benarkah itu? Mungkinkah hidup dapat berlangsung dengan baik tanpa nafsu? Bukankah yang terjadi semestinya adalah menahan dan mengekang salah satu nafsu untuk memuliakan nafsu lain agar tercapailah keinginan kita?

Kamis, 11 Oktober 2012

Tirakat, Kebutuhan Spiritual Manusia Jawa

Hidup manusia modern hari ini didominasi upaya pemenuhan kebutuhan lahiriah yang direpresentasikan dalam sandang, pangan, dan papan. Upaya itu terkadang dieksplorasi sedemikian rupa sehingga melebihi batas kewajaran dan mencederai akal sehat dan nurani bijak. Maka tak sedikit manusia modern mempunyai keberlimpahan lahiriah, tetapi dalam jiwa mengalami kemiskinan akut. Lebih celaka lagi, ketika upaya pemenuhan kebutuhan lahiriah tak mengindahkan etika sosial dan nurani yang sarat nilai kebajikan.

Simbolisme Perkawinan Jawa

Perkawinan Jawa merupakan budaya warisan yang sarat makna. Karena itu, perkembangan kebudayaan Jawa merupakan keniscayaan yang menarik diamati. Sebab dalam paradigma masyarakat Jawa, perkawinan bukan sebatas proses legalisasi hubungan antara laki-laki dan perempuan. Lebih dari itu, perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang didasari unsur pelestarian tradisi. Karena itu, masyarakat Jawa sering menggunakan beragam pertimbangan, dari bibit (latar belakang keluarga yang baik), bebet (mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga), dan bobot (berkualitas, bermental baik, bertanggung jawab, dan berpendidikan cukup).

Biar Tak Sampai Dhupak Kuli

Banyak hal yang bisa ditafsirkan dari perilaku seseorang. Dari senyum (esem), perkataan, hingga tindakan, semua merujuk ke keinginan untuk tak sekedar memberi pesan. Namun memberikan keteladanan tingkat lanjut yang mencerminkan stratifikasi dalam mengungkapkan kritik.