Muak... Itulah yang saya rasakan ketika melihat sikap kepemimpinan para pemimpin di negeri ini. Mereka tidak bisa menuntaskan amanat yang diberikan oleh rakyatnya. Ketika negeri ini butuh kepastian dan perhatian lebih akan pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan, para pemimpin sibuk dengan memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Agaknya para pemimpin ini telah melupakan ajaran Astabrata yang digambarkan dalam cerita pewayangan, yang diajarkan Destarata kepada Ramawijaya ketika akan memimpin Kerajaan Ayodyapala atau Begawan Kesawasidi kepada Arjuna dalam lakon Makutharama.
Ajaran Astabrata atau delapan sikap kepemimpinan itu antara lain : (1) meneladani matahari, yang mempunyai sifat panas, penuh energi, dan memberikan sumber kehidupan; (2) meneladani bulan, yang mewujudkan keindahan dan memberikan pepadhang ketika gelap; (3) meneladani bintang, yang mempunyai sifat indah, menghiasi langit ketika malam, dan bisa menjadi petunjuk arah; (4) meneladani angin, yang selalu mengisi setiap ruang yang kosong walaupun sesempit apapun ruang tersebut; (5) meneladani awan, yang kelihatannya gelap menakutkan, tetapi ketika sudah menurunkan hujan akan membasahi dan memberikan sumber kehidupan; (6) meneladani api, yang bisa membakar apa saja tanpa pandang bulu, lebih mengedepankan keadilan; (7) meneladani laut atau samudra, yang mempunyai sifat luas dan mau menerima apa saja, lebih khususnya luas akan wawasan dan mau menerima dengan ikhlas lapang dada; (8) meneladani bumi, yang mempunyai sifat sentosa dan suci, oleh karena itu para pamong praja harus senantiasa sentosa batinnya, tidak segan-segan memberikan kebaikan terhadap siapa saja.
Sekali lagi, dengan meneladani Astabrata tadi para pemimpin akan mendapatkan kebijaksanaan untuk membangun sebuah kepemimpinan. Jadilah panguwasa kang kumawula, dudu kawula sing kumawasa, apalagi mendhem kuwasa. Ingat, masih ada keadilan dari Yang Maha Kuasa.