Kamis, 18 Juli 2013

Abu Ubaidah bin Jarrah, Pemegang Amanah Umat

Abu Ubaidah bin Jarrah termasuk salah satu dari sepuluh orang Sahabat Nabi saw yang dijamin masuk surga oleh Allah SWT. Dia adalah salah satu dari golongan pertama yang memeluk Islam (assabiqunal awwaluun). Dalam setiap pertempuran bersama Rasulullah saw, Abu Ubaidah dikenal sebagai sosok pemberani. Kisah keislamannya dimulai dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, sebagai salah satu kelompok dewasa yang pertama kali membenarkan Rasulullah saw dan memeluk Islam.
 
Suatu hari, Abu Bakar duduk dan berbincang-bincang bersama Abu Ubaidah bin Jarrah. Keduanya berbincang-bincang tentang Islam. Dari perbincangan itulah, Allah membuka hati Abu Ubaidah untuk memeluk Islam dan mengimani apa yang diyakini oleh Abu Bakar. Setelah pertemuan itu, Abu Bakar mengantarkan Abu Ubaidah menemui Rasulullah untuk bersyahadat.

Saat terjadi perang Badar, Abu Ubaidah berada di pihak muslim. Abu Ubaidah terpaksa harus berhadap-hadapan dengan ayah kandungnya sendiri yang ketika itu masih musyrik. Sebenarnya, dalam pertempuran Badar kaum musyrikin lebih memilih menghindar dari Abu Ubaidah. Namun tidak demikian dengan ayah Abu Ubaidah, Abdullah bin Jarrah. Menyadari ayahnya berada di barisan musuh, Abu Ubaidah mencoba menghindar dari ayahnya. Namun pertemuan kedua dalam perang itu tak terelakkan karena justru Abdullah bin Jarrah berhasil menemukan anaknya. Duel sengit keduanya pun tak terhindarkan. Abu Ubaidah akhirnya berhasil membunuh ayahnya sendiri dalam pertempuran itu.

Berhasil mengalahkan ayahnya tidak menjadi kebanggaan bagi Abu Ubaidah. Setelah perang Badar, hati Abu Ubaidah dipenuhi kerisauan. Namun dia menjadi tenang setelah Allah menurunkan wahyu bagi para kesatria Badar.

"Kami tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau pun keluarga mereka." (Al-Maidah: 58).

Ayat ini juga menunjukkan penghargaan terhadap Ahlu Badar sebagai golongan yang diistimewakan Allah SWT.Karena mereka mampu melampaui ikatan-ikatan kekeluargaan demi mengutamakan iman kepada Allah dalam perang itu.

Saat pertemuan selanjutnya antara pasukan muslim dengan musyrikin di bukit Uhud, tersebar isu wafatnya Rasulullah saw. Sehingga sebagian sebagian kaum muslimin pergi meninggalkan pertempuran. Hanya beberapa Sahabat Nabi saw yang berdiri kokoh di samping Rasulullah, salah satunya Abu Ubaidah dan Abu Bakar. Padahal dalam perang Uhud, Rasulullah hanya terluka. Giginya patah karena pipinya tertusuk dua lingkaran rantai topi besinya. Melihat Rasulullah terluka, Abu Ubaidah dan Abu Bakar langsung menghampirinya.

Abu Ubaidah meminta Abu Bakar agar untuk membantu menutupi luka Rasulullah. Kemudian Abu Ubaidah mengambil satu lingkaran rantai itu dengan gigi serinya hingga patah, dan mengambil rantai yang satunya lagi dengan gigi serinya yang kedua sehingga patah juga. Sejak peristiwa itu Abu Ubaidah menjadi ompong.

Pemegang Amanah Umat

Suatu hari penduduk Yaman memohon kepada Rasulullah agar mengirimkan kepada mereka seorang yang mengajarkan sunnah. Rasulullah segera menggapai tangan Abu Ubaidah dan bersabda, "inilah dia orang yang memegang amanah umat ini."

Pada kesempatan yang lain saat utusan kaum nasrani dari Najran datang ke hadapan Nabi, mereka berkata, "utuslah untuk kami seorang yang bisa dipercaya di antara para sahabat yang engkau ridhai agar dia menjadi hakim di antara kami atas perkara yang kami perselisihkan."

Maka Rasulullah bersabda kepada mereka, "Datanglah besok, aku akan mengutus bersama kalian seorang yang benar-benar dapat dipercaya."

Terkait kejadian tersebut Umar bin Khattab berkata, "Pada hari itu keinginanku muncul agar akulah orang yang disuruh ke Najran, maka saya pun ikut salat Zuhur bersama Rasulullah. Ketika beliau salam beliau memanggil Abu Ubaidah dan bersabda, "Pergilah bersama mereka, putuskan perkara yang terjadi di antara mereka dengan kebenaran."

Tidak hanya soal amanah dan keberanian yang melekat dalam diri Abu Ubaidah. Dia juga dikenal oleh para Sahabat sebagai pribadi yang bersahaja.

Ketika Amru bin Ash telah sampai di Syam, dia khawatir akan kalah dalam peperangan. Dia lalu meminta bantuan bala tentara. Lalu Nabi mengirim satuan pasukan yang terdiri dari Muhajirin dan Ansar. Dalam pasukan itu terdapat Umar bin Kaththab, Abu Bakar Ash Shiddiq, serta Abu Ubaidah sebagai pemimpin pasukan. Saat tiba di Syam, Amru bin Ash langsung mengambil kendali pasukan. Kaum Muhajirin berkata, "Bukan begitu, engkau tetap menjadi pemimpin pasukanmu sendiri sedangkan pimpinan kami Abu Ubaidah."

Abu Ubaidah melihat ada benih-benih perpecahan, maka langsung saja dia angkat bicara, "Sungguh pesan dari Rasulullah, 'apabila engkau sampai di hadapan sahabatmu itu (Amru bin Ash) maka saling mengalah kalian! Hanya saja, apabila engkau menghianatiku niscaya aku tidak akan menaatimu'."

Pada saat Perang Yarmuk berkecamuk, Raja Heraklius membangun kekuatan tentara amat besar yang terdiri dari penduduk Romawi dan Syam hingga mencapai 240.000 tentara. Sementara itu jumlah pasukan kaum muslimin 40.000 tentara.

Strategi peperangan yang dilakukan kaum muslimin untuk menghadapi musuh yang tidak seimbang, posisi tengah dipegang oleh Abu Ubaidah bin Jarrah sementara sayap kanan dipimpin oleh Amru bin Ash dan sayap kiri dipimpin oleh Yazid bin Abu Sufyan.

Pengaruh pasukan tengah yang dipercayakan oleh Khalid kepada Abu Ubaidah berhasil menggetarkan jantung pertahanan Romawi yang berakhir dengan kemenangan gemilang di pihak kaum muslimin.

Dalam perang ini, Khalid bin Walid memerintahkan para wanita agar berdiri mengambil posisi di belakang pasukan muslimin agar mereka memukul pasukan muslimin yang lari dari medan tempur. Abu Ubaidah berseru kepada para wanita, "Ambillah tiang-tiang perkemahan kalian, dan ambillah batu-batuan di depan kalian. Semangatilah pasukan muslimin agar mereka bersemangat berjuang di jalan Allah."

Abu Ubaidah bin Jarrah kemudian melakukan penyerangan ke pintu kota Damaskus. Dia telah mempersiapkan banyak sekali pasukan berkuda yang mengintari benteng kota hingga mempersempit gerak orang-orang Romawi. Ketika pasukan musuh menunggu bala bantuan yang tidak kunjung datang, sementara pasukan muslimin justru semakin kuat dan solid, hal itu membuat gusar pihak Romawi. Saat itu orang-orang Romawi mendengar bahwa Khalid telah dipecat maka dia lalu mengirim utusan kepada Abu Ubaidah untuk meminta perdamaian. Maka Abu Ubaidah menerima perjanjian perdamaian tersebut dengan kompensasi mereka membayar 200 dinar. Kemudian berturut-turut setelah itu dilakukan pembebasan Jordan, Sidon, dan Beirut.

Dari Damaskus, Abu Ubaidah bin Jarrah bersama pasukannya menuju tanah Jordan. Di sanalah kaum muslimin mendirikan kamp militernya. Kemudian Khalifah Umar mengangkat Abu Ubaidah sebagai gubernur Syam. Dia tetap tampil sederhana dengan pakaian bulu domba yang masih kasar. Melihat hal itu Umar berkata, "Engkau ini berada di Syam dan sebagai gubernur kaum muslimin, sementara di sekitar kita banyak musuh, maka ubahlah cara berpakaianmu dan ubahlah penampilanmu."

Namun Abu Ubaidah menjawab,"Sungguh, aku tidak akan meninggalkan apa yang telah bisa aku lakukan sejak zaman Rasulullah."

Setelah rangkaian perjalanannya bersama Rasulullah dana Sahabat, Abu Ubaidah sampai di ujung kehidupannya. Di usianya yang senja, Abu Ubaidah terjangkit penyakit 'tha'un' saat dia masih menjabat Gubernur Syam. Banyak tentara kaum muslimin yang gugur karena penyakit yang sudah mewabah di Syam ini.

Khalifah Umar lalu mengirim surat agar Abu Ubaidah pindah dari Syam. Namun beliau menolaknya dengan alasan sabda Nabi saw,"Apabila wabah tha'un menjangkit di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Dan apabila ia mewabahi di suatu negeri dan kalian berada di negeri itu, maka janganlah keluar darinya."

Abu Ubaidah bin Jarrah meninggal pada tahun 18 H di saat dia berada di puncak kemenangannya.