Sesungghuhnya syariat Islam itu tidak hanya mencakup masalah ibadah mahdloh semata, tapi menjangkau semua dimensi hidup yang lebih luas dan tidak terbatas. Apalagi, jika semua syariat dijalankan dan diamalkan oleh semua umat dengan penuh keikhlasan, tentu masyarakat akan menjadi damai dan diridhoi Allah swt. Seperti yang tersirat dalam firman Allah :
“Seandainya penduduk suatu desa beriman dan bertakwa niscaya kami bukakan atas mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustai, maka Kami siksa mereka atas apa yang telah mereka perbuat.” (QS al-A’raf: 96).
Kehidupan pun harus dijalankan oleh umat manusia dengan penuh kepatuhan dan ketaatan dengan tidak mengindahkan orientasi seorang hamba untuk ibadah semata karena Allah SWT.
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam," (QS Al An’am: 163).
Orang bilang kalau hidup ini yang penting “berkah”, memang sangat mudah diucapkan. Sebenarnya definisi “berkah” itu kalau diejawantahkan secara aplikatif dalam ranah kehidupan nyata begitu banyak komponen yang harus dipenuhi untuk dapat menerima predikat “berkah”.
Kata “berkah” hampir-hampir menjadi jargon yang ditujukan bagi mereka yang nampak kehidupanya penuh dengan ketentraman, rizki yang banyak, serta keturunan yang baik dan seterusnya. Abah bilang: “cucu hiduplah di dunia ini dengan penuh keberkahan pastilah akan jaya di dunia dan di akhirat kelak” begitu pesannya.
Sedemikian populer kata tersebut sampai-sampai kita berucap: “alhamdulillah bulan ini cukup untuk makan, beli baju anak dan istri walaupun sedikit dan pas-pasan yang penting “berkah”…mmm... Coba kita tengok sebenarnya dari mana kata “berkah” tersebut diambil?.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia berkah adalah karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia, dan maknanya juga disejajarkan dengan kata “berka[t]” walaupun kata yang terakhir ini mempunyai konotasi yang berbeda.
Dulu, di kampung sunda setelah selesai acara syukuran pindahan rumah baru, pribumi biasanya memberikan “berkat” untuk dibawa pulang sebagai rasa hormat pribumi kepada tamunya. Istilah tersebut disematkan untuk bingkisan makanan yang dibagikan secara cuma-cuma kepada para tamu undangan yang hadir termasuk juga si Udin yang masih kecil.
Ini merupakan gambaran kepedulian antar umat yang saling membutuhkan, interaksi sesama dengan cara seperti tersebut di atas akan terasa begitu harmonis. Selain juga akan mendapatkan pahala menjaga silaturahim antar tetangga.
Sebenarnya kata “barokah” selanjutnya dikonversi ke dalam bahasa Indonesia berubah menjadi “berkah” diambil (mustaq) dari bahasa Arab dengan suku kata baraka. Kata ini, menurut al-Asfahani mengacu kepada arti al-luzum (kelaziman), yang berarti al-tsubut (ketetapan atau keberadaan), dan tsubut al-khayr al-ilahy (adanya kebaikan Tuhan). Dalam al-Qur'an, kata 'baraka' dengan berbagai kata jadiannya muncul sebanyak 31 kali. Dan semua kata baraka dapat dikatakan mengacu kepada arti 'tsubut al-khayr al-ilahy'.
Terlepas dari apakah turunnya "berkah" harus diawali oleh keimanan dan ketaqwaan manusia atau tidak, kata "berkah" itu sendiri tetap mengacu kepada adanya kebaikan Allah, baik yang ada pada manusia maupun yang ada pada makhluk lainnya.
Alquran sendiri disebut oleh Allah sebagai kitab suci yang diberkahi (kitab mubarak). Alquran disebut kitab yang diberkahi karena ia mengandung ajaran-ajaran yang baik yang datang dariNya. Tidak ada ajaran dalam Alquran yang tidak baik. Manusia, karena keterbatasannya, terkadang tidak dapat memahami kebaikan yang terkandung dalam kitab suci tersebut.
Semoga Allah memberikan hidup “berkah” yang sesungguhnya bukan sebatas “berkat” yang habis sesaat.
Rusdiana Priatna - Wakil Kepala Matrikulasi STEI Tazkia
Kehidupan pun harus dijalankan oleh umat manusia dengan penuh kepatuhan dan ketaatan dengan tidak mengindahkan orientasi seorang hamba untuk ibadah semata karena Allah SWT.
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam," (QS Al An’am: 163).
Orang bilang kalau hidup ini yang penting “berkah”, memang sangat mudah diucapkan. Sebenarnya definisi “berkah” itu kalau diejawantahkan secara aplikatif dalam ranah kehidupan nyata begitu banyak komponen yang harus dipenuhi untuk dapat menerima predikat “berkah”.
Kata “berkah” hampir-hampir menjadi jargon yang ditujukan bagi mereka yang nampak kehidupanya penuh dengan ketentraman, rizki yang banyak, serta keturunan yang baik dan seterusnya. Abah bilang: “cucu hiduplah di dunia ini dengan penuh keberkahan pastilah akan jaya di dunia dan di akhirat kelak” begitu pesannya.
Sedemikian populer kata tersebut sampai-sampai kita berucap: “alhamdulillah bulan ini cukup untuk makan, beli baju anak dan istri walaupun sedikit dan pas-pasan yang penting “berkah”…mmm... Coba kita tengok sebenarnya dari mana kata “berkah” tersebut diambil?.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia berkah adalah karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia, dan maknanya juga disejajarkan dengan kata “berka[t]” walaupun kata yang terakhir ini mempunyai konotasi yang berbeda.
Dulu, di kampung sunda setelah selesai acara syukuran pindahan rumah baru, pribumi biasanya memberikan “berkat” untuk dibawa pulang sebagai rasa hormat pribumi kepada tamunya. Istilah tersebut disematkan untuk bingkisan makanan yang dibagikan secara cuma-cuma kepada para tamu undangan yang hadir termasuk juga si Udin yang masih kecil.
Ini merupakan gambaran kepedulian antar umat yang saling membutuhkan, interaksi sesama dengan cara seperti tersebut di atas akan terasa begitu harmonis. Selain juga akan mendapatkan pahala menjaga silaturahim antar tetangga.
Sebenarnya kata “barokah” selanjutnya dikonversi ke dalam bahasa Indonesia berubah menjadi “berkah” diambil (mustaq) dari bahasa Arab dengan suku kata baraka. Kata ini, menurut al-Asfahani mengacu kepada arti al-luzum (kelaziman), yang berarti al-tsubut (ketetapan atau keberadaan), dan tsubut al-khayr al-ilahy (adanya kebaikan Tuhan). Dalam al-Qur'an, kata 'baraka' dengan berbagai kata jadiannya muncul sebanyak 31 kali. Dan semua kata baraka dapat dikatakan mengacu kepada arti 'tsubut al-khayr al-ilahy'.
Terlepas dari apakah turunnya "berkah" harus diawali oleh keimanan dan ketaqwaan manusia atau tidak, kata "berkah" itu sendiri tetap mengacu kepada adanya kebaikan Allah, baik yang ada pada manusia maupun yang ada pada makhluk lainnya.
Alquran sendiri disebut oleh Allah sebagai kitab suci yang diberkahi (kitab mubarak). Alquran disebut kitab yang diberkahi karena ia mengandung ajaran-ajaran yang baik yang datang dariNya. Tidak ada ajaran dalam Alquran yang tidak baik. Manusia, karena keterbatasannya, terkadang tidak dapat memahami kebaikan yang terkandung dalam kitab suci tersebut.
Semoga Allah memberikan hidup “berkah” yang sesungguhnya bukan sebatas “berkat” yang habis sesaat.
Rusdiana Priatna - Wakil Kepala Matrikulasi STEI Tazkia