Khalifah Umar bin Khatab ra sedang berkhutbah Jum’at di Madinah. Tiba-tiba dia berhenti, kemudian berseru : “Hai Sariah bin Hasan, gunung… gunung…!”. Jamaah keheranan, namun Jum’atan jalan terus. Usai sholat Jum’at barulah Sayyidina Ali ra menanyakan maksud kata-kata Sang Khalifah yang out of contect tadi.
“Terbersit dalam benak saya bahwa orang-orang musyrik hendak menyerang saudara-saudara kita yang akan melewati gunung,” jelas Umar. Ia melanjutkan, “Jika menaiki gunung itu mereka dapat menyerang siapa saja yang dilihat dan mengalahkannya, dan jika mereka melintasi kaki gunung itu, maka mereka akan binasa. Maka keluarlah seruanku tadi”
Sebulan kemudian, rombongan jihad pasukan Sariah tiba di Madinah. Basyir, salah seorang anggota pasukan, segera menceritakan pengalaman aneh mereka. Ketika melintasi sebuah gunung yang jauh dari Kota Madinah, sekonyong-konyong mereka mendengar gema suara yang mirip suara Khalifah Umar. “Hai Sariah bin Hashan, gunung… gunung…!” Maka pasukan mengambil posisi di gunung, dan Allah memberi pertolongan kemenangan kepada mereka (Abbas Mahmud Aqqad, ‘Abqariyyah Umar. Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Arabia, 1969).
Dalam dunia modern, kelebihan Umar itu disebut extrasensory perception. Yakni persepsi yang muncul di luar jangkauan panca indera. Biasanya diistilahkan sebagai feeling, firasat, atau “indera keenam.” Budaya Jawa menyebut kelebihan ini sebagai weruh sadurunge winarah. Dapat “membaca” sebelum terjadinya peristiwa.
Para ulama merinci kemampuan luar biasa (khawariqul ‘adat) pada seseorang sebagai irhas, mukjizat, karamah, ma’unah, sihir, dan istidraj. Irhas adalah segala keanehan yang dimiliki seseorang sebelum ia menjadi nabi atau rasul. Mukjizat, keanehan-keanehan yang dimiliki oleh seorang nabi atau rasul, dimana sekarang istilah ini mengalami perluasan arti. Karamah, adalah keanehan-keanehan yang dimiliki oleh wali Allah, yaitu manusia yang sangat dekat dengan Allah.
Di seberang lain, ada Sihir, yakni keanehan yang dipunyai seseorang karena bantuan jin/syaithan, baik disadari maupun tidak oleh yang bersangkutan. Juga ada Istidraj, yaitu suatu kelebihan yang diberikan Allah kepada orang kafir atau orang yang suka berbuat maksiat. Tapi pemberian ini bukan karena Allah cinta melainkan benci pada mereka (Bhs. Jawa: nglulu). Misalnya kejayaan Yahudi saat ini di dunia.
Istidraj merupakan ujian dari Allah bagi kaum mukminin. Nabi Muhammad SAW berpesan: “Jika engkau melihat Allah memberi seseorang hamba berupa keduniaan yang ia cintai, sedang ia tetap pada perbuatan maksiatnya, sesungguhnya yang demikian itu merupakan istidraj baginya.” (HR. Ahmad, Tabrani, dan Baihaqi).
Nabi Muhammad SAW berpesan: “Hati-hatilah dengan firasat orang beriman, karena dia melihat dengan cahaya Allah” (HR. Tirmidzi dalam Al Sunan; Kitab Tafsir, Tafsir surat Al Hijr/hadits 3127).