Jakarta - “(yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Dia yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS. Asy Syu’ara [42]: 78-80)
Kontribusinya yang besar dalam sejarah ilmu bedah dibukukan dalam ensiklopedia 30 volume yang berjudul Medical Practices atau Kitab al-Tasrif, yang kemudian menjadi rujukan penting selama lebih dari lima abad di berbagai universitas di Eropa.
Dalam Kitab al-Tasrif, al-Zahrawi (963-1013 M) banyak menguraikan hal-hal baru dalam operasi medis, sebagai blue print dari pengalamannya selama 50 tahun di dunia pengobatan. Gherard dari Cremona menerjemahkan Kitab al-Tasrif ke dalam bahasa Latin yang diterjemahkan kembali ke dalam berbagai bahasa seperti Hebrew, Perancis, dan Inggris. Pakar bedah Perancis yang terkenal, Guy de Chauliac (1300-1368) menjadikan tulisan al-Zahrawi sebagai referensi dalam buku bedahnya. Bahkan hingga lima abad setelah al-Zahrawi meninggal dunia, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia.
Al-Zahrawi adalah orang pertama yang mengenali penyakit kelainan darah (Hemophilia). Beliau membahas tentang aneka obat untuk penyembuhan pasca operasi, serta menciptakan teknik untuk menyiapkan gigi palsu dan cara memasangnya. Dunia Barat menyebut cendekiawan muslim ini dengan nama Abulcasis yang juga dikenal sebagai Bapak Ilmu Bedah Modern. Beliau menyumbangkan kemampuannya dalam bidang ilmu bedah dengan menerapkan ilmu pengobatan Islam yang dikombinasikan dengan teori kedokteran Eropa. Kedalaman ilmunya dalam bidang kedokteran, khususnya ilmu bedah, menjadikannya sebagai dokter kerajaan pada masa Raja al-Hakam II dari Kekhalifahan Umayyah.
Al-Zahrawi juga menemukan lebih dari 200 peralatan bedah yang sangat signifikan dalam pelaksanaan sebuah operasi maupun perawatan suatu penyakit.
Wallahu a’lam bish-shawab
(detikRamadhan)