Pada abad ke-10 M, dunia Islam memiliki seorang ahli geografi ulung yang bernama Mohammed Abdul-Kas Ibnu Hawqal. Namun orang biasa menyebutnya Ibnu Hawqal. Ilmuwan muslim ini terlahir di Nisibis, sebuah kota di Provinsi Mardin, sebelah tenggara Turki pada tanggal 15 Mei 943 M. Popularitasnya sebagai seorang ahli geografi melambung setelah ia berhasil meluncurkan naskah Al-ardh atau ‘peta bumi’. Adikarya Ibnu Hawqal itu ditulis pada tahun 977 M dan berisi peta bumi yang ditulisnya, yang sering kali disebut sebagai al-Masalik wa al- Mamalik. Ensiklopedia Ukraina menyebut Ibnu Hawqal sebagai saudagar dan penjelajah kenamaan dari dunia Arab.
Walaupun Ibnu Hawqal juga tercatat sebagai seorang sastrawan Arab yang terkemuka, sebagian besar hidupnya ia dedikasikan untuk mengembangkan geografi. Hampir sepanjang 30 tahun hidupnya ia gunakan untuk melakukan perjalanan dan petualangan mengelilingi sebagian besar wilayah dunia. Atas permintaan seorang ahli geografi muslim bernama al- Istakhri (951 M), Ibnu Hawqal pun melakukan penjelajahan hingga ke Spanyol. Perjalanan itu dilakukannya untuk memperbaiki peta-peta dan teks penjelasan geografinya.
Salah satu kehebatan Ibnu Hawqal adalah ia mampu menjelaskan sebuah wilayah secara akurat. Tak heran, jika peta-peta yang disusunnya telah berhasil memandu para wisatawan dan penjelajah dalam berbagai perjalanan. Naskah Al Ardh yang disusunnya mampu menjelaskan secara terperinci wilayah-wilayah di Spanyol, Italia dan Sisilia, serta ‘Tanah Romawi’—istilah yang digunakan dunia muslim untuk menyebut Kekaisaran Byzantium. Peta yang dibuatnya kerap disebut Atlas (dunia) Islam sehingga peta tersebut banyak disadur orang dan dijadikan model lain di wilayah Arab dan Persia. Menurut Ibnu Hawqal, dirinya telah mengilustrasikan setiap wilayah di peta.
Lewat catatan perjalanannya, Ibnu Hawqal mengisahkan hasil pengamatannya yang menyebutkan keberadaan tidak kurang ada 360 ragam bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Kaukasus. Bahasa Azeri dan Persia sendiri adalah bahasa pergaulan masyarakat di wilayah itu. Ia juga memberikan gambaran mengenai kota Kiev, dan telah menyebutkan rute dari Volga Bulgars dan Khazars. Ia juga memaparkan tentang Sisilia, sebuah wilayah otonom di Italia Selatan. Ibnu Hawqal diketahui sangat mengagumi Palermo, ibukota Sicilia. Kota dengan 300 masjid, begitulah dia menjuluki kota yang sempat dikuasai umat Islam itu. Secara mengagumkan, Ibnu Hawqal juga mampu menggambarkan suasana Palermo pada tahun 972 M.
Dalam catatan perjalanannya di Al-Masalik wal Mamlik, Ibnu Hawqal mengaku tak pernah menemukan sebuah kota muslim dengan jumlah masjid sebanyak kota Palermo, sekalipun kota itu luasnya dua kali lebih besar dari Palermo. Pada saat yang sama, pelancong muslim kondang itu juga menyaksikan kehebatan University of Balerm, sebuah perguruan tinggi Islam terkemuka di kota Palermo, Sisilia. Hampir selama tiga abad lamanya, umat Islam di era keemasannya berhasil mengibarkan bendera kejayaan dengan peradabannya yang terbilang sangat tinggi di wilayah otonomi Sicilia. Ibnu Hawqal juga termasuk dalam sederet ilmuwan terkemuka yang telah mengharumkan nama Islam di Basrah, Irak. Kota yang dikenal sebagai penghasil kurma berkualitas tinggi itu didirikan oleh umat Islam pada 636 M, yakni pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab.
Salah satu kehebatan Ibnu Hawqal adalah ia mampu menjelaskan sebuah wilayah secara akurat. Tak heran, jika peta-peta yang disusunnya telah berhasil memandu para wisatawan dan penjelajah dalam berbagai perjalanan. Naskah Al Ardh yang disusunnya mampu menjelaskan secara terperinci wilayah-wilayah di Spanyol, Italia dan Sisilia, serta ‘Tanah Romawi’—istilah yang digunakan dunia muslim untuk menyebut Kekaisaran Byzantium. Peta yang dibuatnya kerap disebut Atlas (dunia) Islam sehingga peta tersebut banyak disadur orang dan dijadikan model lain di wilayah Arab dan Persia. Menurut Ibnu Hawqal, dirinya telah mengilustrasikan setiap wilayah di peta.
Lewat catatan perjalanannya, Ibnu Hawqal mengisahkan hasil pengamatannya yang menyebutkan keberadaan tidak kurang ada 360 ragam bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Kaukasus. Bahasa Azeri dan Persia sendiri adalah bahasa pergaulan masyarakat di wilayah itu. Ia juga memberikan gambaran mengenai kota Kiev, dan telah menyebutkan rute dari Volga Bulgars dan Khazars. Ia juga memaparkan tentang Sisilia, sebuah wilayah otonom di Italia Selatan. Ibnu Hawqal diketahui sangat mengagumi Palermo, ibukota Sicilia. Kota dengan 300 masjid, begitulah dia menjuluki kota yang sempat dikuasai umat Islam itu. Secara mengagumkan, Ibnu Hawqal juga mampu menggambarkan suasana Palermo pada tahun 972 M.
Dalam catatan perjalanannya di Al-Masalik wal Mamlik, Ibnu Hawqal mengaku tak pernah menemukan sebuah kota muslim dengan jumlah masjid sebanyak kota Palermo, sekalipun kota itu luasnya dua kali lebih besar dari Palermo. Pada saat yang sama, pelancong muslim kondang itu juga menyaksikan kehebatan University of Balerm, sebuah perguruan tinggi Islam terkemuka di kota Palermo, Sisilia. Hampir selama tiga abad lamanya, umat Islam di era keemasannya berhasil mengibarkan bendera kejayaan dengan peradabannya yang terbilang sangat tinggi di wilayah otonomi Sicilia. Ibnu Hawqal juga termasuk dalam sederet ilmuwan terkemuka yang telah mengharumkan nama Islam di Basrah, Irak. Kota yang dikenal sebagai penghasil kurma berkualitas tinggi itu didirikan oleh umat Islam pada 636 M, yakni pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab.