Beliau adalah seorang ahli perbintangan, ahli matematika, penyair mumpuni, sekaligus ahli ilmu kalam. Tokoh hebat ini dilahirkan di kota As Sulthaniyah, di Iran sebelah barat, pada tahun 1394 M. Ia sendiri adalah cucu Timur Lenk yang termasyhur sebagai sang penakluk Asia. Ulugh Beg lalu mendapat amanah dari ayahnya untuk menjadi raja di daerah Samarkand, Uzbekistan. Sesuai dengan minatnya yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan, dia kemudian membangun kota tersebut menjadi sebuah pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan muslim. Meskipun demikian, astronomi dan matematika merupakan bidang-bidang utama yang sangat menarik perhatiannya.
Semasa pemerintahannya, ia tidak hanya melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang astronomi dan matematika, tetapi juga mendorong perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Tidak hanya memberi perhatian secara formal, beliau juga menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana fisik. Ia turun tangan secara langsung melakukan kajian dan pengamatan tentang bintang-bintang.
Pada tahun 1420 M, ia membangun sebuah observatorium di Samarkand untuk mengobservasi planet-planet dan bintang-bintang. Observatorium itu konon sangat megah dan bekas-bekasnya masih dapat kita lihat sampai sekarang. Sejatinya observatorium pertama di dunia dibangun oleh seorang astronom Yunani bernama Hipparchus (150 SM). Namun, di mata ahli astronomi muslim abad pertengahan, konsep observatorium yang digagas oleh Hipparcus itu jauh dari memadai. Sebagai ajang pembuktian, para sarjana muslim pun kemudian bekerja sama dalam membangun observatorium yang lebih modern pada zamannya. Sejumlah astronom muslim yang dipimpin Nasir al-Din al-Thusi pun akirnya berhasil membangun observatorium astronomi di Maragha pada 1259 M. Observatorium itu dilengkapi perpustakaan dengan koleksi buku yang mencapai 400 ribu judul.
Seorang ahli astronomi Barat, Kevin Krisciunas, dalam tulisannya berjudul 'The Legacy of Ulugh Beg' mengungkapkan bahwa observatorium termegah yang pernah dibangun oleh para sarjana muslim adalah observatorium Ulugh Beg. Observatorium itu dibangun oleh seorang penguasa keturunan Mongol yang bertahta di Samarkand yang bernama lengkap Muhammad Taragai Ulugh Beg (1393-1449). Dia adalah seorang pejabat yang menaruh perhatian tinggi terhadap ilmu astronomi dan juga ilmu pengetahuan.
Namun, aktivitas astronomi yang sesungguhnya baru mulai terjadi di wilayah kekuasaan Ulugh Beg pada 1408 M. Dari hasil pengamatan dan perhitungannya, ia dan timnya juga berhasil mengoreksi perhitungan yang pernah dilakukan oleh para astronom Romawi seperti Ptolemeus. Hasil-hasil observasi mereka terhimpun, antara lain, dalam kitab Zij-i-Djadid-I Sultani. Selain itu, masih banyak kitab-kitab lain yang telah mereka tulis dalam bahasa Arab. Beberapa hasil karya mereka pun telah diterjemahkan oleh astronom-astronom Inggris dan Prancis beberapa ratus tahun kemudian.
Ini menunjukkan bahwa hasil observasi dan perhitungan mereka sangat canggih untuk ukuran zaman itu, sehingga datanya masih sangat berguna hingga ratusan tahun kemudian. Bangunan observatorium Ulugh Beg di Samarkand berwujud sebagai sebuah perangkat raksasa yang dirancang sedemikian rupa untuk mengamati bintang-bintang di satu lokasi yang tetap di cakrawala. Observatorium ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Samarkand hingga ratusan tahun setelah pendirinya wafat. Ulugh Beg sendiri meninggal pada tahun 1449 di Samarkand, Uzbekistan.
Pada tahun 1420 M, ia membangun sebuah observatorium di Samarkand untuk mengobservasi planet-planet dan bintang-bintang. Observatorium itu konon sangat megah dan bekas-bekasnya masih dapat kita lihat sampai sekarang. Sejatinya observatorium pertama di dunia dibangun oleh seorang astronom Yunani bernama Hipparchus (150 SM). Namun, di mata ahli astronomi muslim abad pertengahan, konsep observatorium yang digagas oleh Hipparcus itu jauh dari memadai. Sebagai ajang pembuktian, para sarjana muslim pun kemudian bekerja sama dalam membangun observatorium yang lebih modern pada zamannya. Sejumlah astronom muslim yang dipimpin Nasir al-Din al-Thusi pun akirnya berhasil membangun observatorium astronomi di Maragha pada 1259 M. Observatorium itu dilengkapi perpustakaan dengan koleksi buku yang mencapai 400 ribu judul.
Seorang ahli astronomi Barat, Kevin Krisciunas, dalam tulisannya berjudul 'The Legacy of Ulugh Beg' mengungkapkan bahwa observatorium termegah yang pernah dibangun oleh para sarjana muslim adalah observatorium Ulugh Beg. Observatorium itu dibangun oleh seorang penguasa keturunan Mongol yang bertahta di Samarkand yang bernama lengkap Muhammad Taragai Ulugh Beg (1393-1449). Dia adalah seorang pejabat yang menaruh perhatian tinggi terhadap ilmu astronomi dan juga ilmu pengetahuan.
Namun, aktivitas astronomi yang sesungguhnya baru mulai terjadi di wilayah kekuasaan Ulugh Beg pada 1408 M. Dari hasil pengamatan dan perhitungannya, ia dan timnya juga berhasil mengoreksi perhitungan yang pernah dilakukan oleh para astronom Romawi seperti Ptolemeus. Hasil-hasil observasi mereka terhimpun, antara lain, dalam kitab Zij-i-Djadid-I Sultani. Selain itu, masih banyak kitab-kitab lain yang telah mereka tulis dalam bahasa Arab. Beberapa hasil karya mereka pun telah diterjemahkan oleh astronom-astronom Inggris dan Prancis beberapa ratus tahun kemudian.
Ini menunjukkan bahwa hasil observasi dan perhitungan mereka sangat canggih untuk ukuran zaman itu, sehingga datanya masih sangat berguna hingga ratusan tahun kemudian. Bangunan observatorium Ulugh Beg di Samarkand berwujud sebagai sebuah perangkat raksasa yang dirancang sedemikian rupa untuk mengamati bintang-bintang di satu lokasi yang tetap di cakrawala. Observatorium ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Samarkand hingga ratusan tahun setelah pendirinya wafat. Ulugh Beg sendiri meninggal pada tahun 1449 di Samarkand, Uzbekistan.